MAKALAH ILMU EKONOMI
KENAIKAN HARGA KEBUTUHAN BAHAN BAKU PANGAN
DISUSUN OLEH :
WISNU SUKMA DARMAWAN
18110561
2KAO3
DOSEN MATA KULIAH :
DODI ARIEF (TEORI ORGANISASI
UMUM)
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harga pangan global naik pada
Maret 2012, dalam tiga bulan berturut-turut kenaikan terjadi pada harga
biji-bijian dan minyak nabati. Kenaikan harga pangan dipicu oleh kenaikan harga
minyak mentah dunia.
Pemerintah berencana menaikkan
harga bahan bakar minyak (BBM) mulai 1 April mendatang. Dampak dari kenaikan
harga BBM itu, dipastikan harga pangan akan naik, sehingga beban kehidupan
masyarakat akan semakin berat. Kenaikan harga BBM dipastikan akan berpengaruh
pada harga sembako. Dengan demikian, daya beli masyarakat akan menurun.
Padahal, sembako adalah kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi setiap hari.
“Kalau BBM sudah naik, pasti beras naik, minyak goreng naik, gula naik, dan
barang-barang lainnya juga naik,”. kenaikan harga BBM yang akan dilakukan
karena seolah-olah pemerintah tak punya opsi lain. Padahal, jika pemerintah mau
serius, masih ada opsi lain yang bisa ditempuh agar harga BBM tidak terus naik.
Kesimpulannya, manajemen energi Indonesia memang butuh banyak pembenahan. Opsi
yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak dulu, adalah mengolah minyak hasil
dalam negeri sendiri, terutama untuk minyak tanah dan premium. Sudah saatnya
mengolah minyak tanah sendiri. Indonesia harus punya banyak mesin pengolahan
minyak. APBN kita yang sebesar 1.435 Triliun cukup untuk itu. Ini untuk
kepentingan jangka panjang.
Sejumlah
kebutuhan pokok khususnya pangan di berbagai daerah sejak ditundanya kenaikan
harga BBM pekan ini mulai menunjukkan kenaikan. Kebutuhan pangan, seperti
cabai, beras, bawang merah dan putih, daging dan telur ayam, gula pasir, naik
sekitar 30-75% bahkan bisa mencapai dua kali lipat dengan kalau dilihat dari
faktor musim dan yang meningkat tajam adalah cabai keriting dan cabai merah
dengan lonjakan harga hingga mencapai dua kali lipat.
Praktek nya dalam
ilmu-ilmu Ekonomi, harga merupakan salah satu faktor utama-- meskipun bukan
faktor satu-satunya yang mempengaruhi pilihan pembeli. Harga menjadi faktor
utama pilihan pembeli semakin terlihat di antara kelompok-kelompok miskin.
Namun, harga bukan menjadi faktor utama pilihan pembeli bagi masyarakat yang
mampu/kaya. Namun, teori ini hanya berlaku bagi produk-produk di luar kebutuhan
bahan pangan. Untuk kebutuhan bahan pangan yang termasuk kebutuhan primer, akan
memiliki dampak garis lurus dengan turunnya pembelian pada kebutuhan sekunder
dan pertumbuhan ekonomi.
Singkat
kata kita bisa lihat dari situasi pasar dan kondisi pasar yang begini beberapa
gambaran. Pertama, Jika harga barang
primer meningkat, sementara pendapatan tetap, akan menyebabkan harga barang
sekunder pun akan meningkat. Kedua,
Pembelian terhadap barang sekunder pun akan menurun. Ketiga, Perubahan harga barang konsumsi menyebabkan tingkat
substitusi (pergantian) terhadap barang konsumsi akan berubah pula.
Dari 3 gambaran
yang sudah dijelaskan, dapat dilihat kasusnya di masyarakat, di mana pada saat
cabai rawit harganya meningkat maka pedagang makanan yang banyak menggunakan
cabai akan menggantikannya dengan cabai oplosan atau mengurangi kadar cabainya.
Dengan demikian, dari penjelasan di atas, maka harga kebutuhan primer harus dikendalikan oleh pemerintah. Jika tidak, maka akan terjadi kelesuan ekonomi negara, yang berimbas pada penurunan daya saing produk lokal dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, dari penjelasan di atas, maka harga kebutuhan primer harus dikendalikan oleh pemerintah. Jika tidak, maka akan terjadi kelesuan ekonomi negara, yang berimbas pada penurunan daya saing produk lokal dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
Dampak yang dirasakan dari kenaikan harga kenaikan harga bahan paku pangan ?
2.
Bagaimana
cara bijak untuk menanggulangi kenaikan harga bahan baku pangan tersebut?
BAB 2 PEMBAHASAN
Keputusan sidang paripurna DPR
yang menunda kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ternyata tidak membuat
harga bahan kebutuhan bahan mentah pangan terkoreksi ke harga normal. Harga
terus melambung tinggi menunjukan pemerintah tidak memiliki sistem yang jelas
tentang tata niaga kebutuhan pokok. "Harga kebutuhan pokok yang tetap
melambung tinggi menunjukan pemerintah tidak pernah serius dalam menata sistem
perekonomian nasional, salah satunya terkait tata niaga kebutuhan pokok,"
kata Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar dalam keterangan tertulisnya di
Jakarta, Senin (2/4/2012).
Kenaikan komoditas pangan pokok
terjadi di berbagai pasar di Indonesia, salah satunya di Pasar Depok Jaya,
cabai rawit justru terus mengalami kenaikan. Pada Kamis 29 Maret harga cabai
rawit sebesar Rp50 ribu per kilogram.
Kini harga cabai rawit tersebut
justru semakin naik menjadi Rp60 ribu per kilogram. Kenaikan juga terjadi pada
bawang putih dari Rp12 ribu per kg menjadi Rp18 ribu per kg. Harga gula putih
mengalami kenaikan sejak tiga minggu yang lalu menjadi Rp12 ribu per kg. Begitu
juga dengan harga minyak goreng yang sebelumnya naik menjadi Rp11 ribu per kg. Sedangkan
di Pasar Anyar Bogor, harga daging ayam sejak beberapa hari terakhir, harganya
naik menjadi Rp27 ribu per kg dari biasanya Rp25 ribu. Hal serupa terjadi pada
daging sapi, yakni Rp70 ribu per kg dari Rp65 ribu.
Kenaikan harga minyak mentah
dunia menjadi alasan bagi pemerintah dalam mendorong perubahan APBN-P 2012
untuk subsidi BBM. Kemudian, kenaikan harga bahan pokok yang terjadi saat ini
bukan hanya karena spekulan atau adanya penimbunan barang.
Di sisi lain murni karena adanya
ketidakpastian harga BBM. Sehingga banyak distributor yang menunda belanja
pasokan sambil menanti keputusan naik atau tidaknya harga BBM. Dua situasi
diatas menunjukkan bahwa sistem kita sangat rapuh, sehingga mudah sekali
dipengaruhi faktor eksternal.
2.1 Dampak yang
dirasakan dari kenaikan harga bahan paku
pangan
Lonjakan harga pangan sepanjang
Maret 2012 telah menyurutkan rasa
optimisme masyarakat terhadap perekonomian Indonesia. Tak hanya itu,
konsumen melihat tiga bulan mendatang harga barang bakal terus melambung
tinggi.
Survei DRI menggambarkan perilaku konsumen sudah pesimistis sejak enam bulan silam. Kini
rasa pesimistis itu sudah menyentuh dasar yakni di angka 84,8.
Penyumbang rasa pesimistis adalah menghadapi situasi sekarang. Indeks
situasi sekarang melorot ke level 70,2 pada Maret, padahal Februari masih di
posisi 77,2. Tak hanya itu, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga terus
merosot. Februari lalu, angkanya di 80,3. Maret 2012 berada di 76,1.
Menanggapi hasil survei ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo
mengakui kenaikan harga barang menurunkan tingkat kepercayaan konsumen. Harga
bahan pangan naik akibat rencana kenaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi 1 April 2012. Celakanya, kendati BBM urung naik, harga barang
telanjur melambung.
Karena itu kini pemerintah tengah berupaya
mengembalikan kepercayaan konsumen. "Ini kan sesuatu yang memang sedang
kami tangani. Rencana kenaikan harga BBM, walau batal naik, membuat ekspektasi
inflasi. Ini harus dilawan”.
Frustasi meningkat, catatan lain yang perlu menjadi perhatian pemerintah
adalah rasa frustasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini meningkat.
Survei menunjukkan masyarakat makin pesimistis bisa mendapatkan pekerjaan
akibat minimnya jumlah lapangan kerja. Masyarakat melihat penghasilannya akan
merosot akibat kenaikan harga BBM yang tercermin pada penurunan indeks
penghasilan konsumen.
Kini pemerintah punya tugas tambahan selain menjaga APBN-P;
memulihkan kepercayaan dan optimisme masyarakat dengan aksi nyata.
2.2 Cara bijak untuk menanggulangi
kenaikan harga bahan baku pangan
Solusi yang
dapat ditawarkan untuk meredam faktor
ekspektasi positif ini mungkin bisa diharapkan dari opesari pasar dan
pelaksanaan pasar murah di beberapa titik konsumsi di seluruh Indonesia.
Pemerintah berencana akan melaksanakan pasar murah serentak di 50 titik
konsumsi atau kota besar di seluruh Indonesia. Operasi pasar seperti ini dapat
bermanfaat untuk mengendalikan faktor psikologis pasar yang dipicu oleh
”ekspektasi positif” seperti disebutkan di atas, agar kenaikan harga pangan tidak
terjadi secara permanen.
Pada saat operasi pasar murah, pemerintah dapat
menyampaikan pesan kepada spekulan tentang keseriusan upayanya dalam menjaga
stabilisasi harga pangan pokok. Sasaran pasar murah dapat dibagi mejadi
dua kelompok. Kelompok pertama adalah masyarakat umum dan konsumen di kota besar,
yang telah demikian berat harus menanggung kenaikan harga pangan secara
bersamaan.
Kelompok kedua adalah masyarakat miskin yang hidup di
kantong-kantong kemiskinan di perkotaan (dan perdesaan). Sasaran pasar murah
bagi kelompok kedua ini hanya akan efektif apabila dilaksanakan secara terpadu
dengan tingkatan pemerintah yang paling bawah, dalam hal ini Kepala Desa,
beserta aparat Rukun Warga dan Rukun Tetangga, yang seharusnya memiliki
informasi lengkap tentang status warga miskin di wilayah kerjanya.
Faktor kedua pemicu kenaikan harga pangan adalah
kinerja pasokan yang sedikit terganggu, walau pemerintah berkali-kali membantah
bahwa pasokan pangan aman dan terkendali. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
sistem produksi dan sistem distribusi beberapa pangan terganggu karena kualitas
sarana dan prasarana transportasi banyak rusak. Beberapa media nasional dan
daerah melaporkan rusaknya jalan di beberapa ruas di Pantai Utara Jawa,
buruknya jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur di Sumatera, sebagai dua poros
utama jalru distribusi pangan.
Sebagaimana diketahui, aktivitas ekonomi di Pulau Jawa
dan Sumatra merupakan 84 persen penyumbang terhadap kinerja ekonomi nasional
atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Betapa besar dan dahsyatnya apabila
sarana infrastruktur di Jawa dan Sumatra terganggu. Dampak buruk yang
ditimbulkannya tidak hanya ditanggung konsumen di perkotaan, tetapi juga harus
ditanggung oleh petani di pelosok perdesaan. Kenaikan harga pangan kali
ini sedikit sekali yang dapat dinikmati petani karena persentase kenaikan harga
di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan
harga di tingkat produsen.
Solusi yang
dapat ditawarkan untuk mengatasi
faktor produksi dan distribusi ini adalah peningkatan produksi pangan dan
pertanian yang diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur
vital, terutama jalan negara sampai jalan desa. Peningkatan produktivitas
pangan (per satuan lahan dan per satuan tenaga kerja) wajib menjadi acuan
strategi kebijakan, karena Indonesia tidak dapat mengandalkan cara-cara
konvensional dan sistem budidaya yang telah diadopsi selama 40 dekade terakhir.
Pada aspek distribusi, selain upaya pemberantasan atau
pengurangan pungutan resmi dan tidak resmi terhadap perdagangan komoditas
pangan, perbaikan jaringan jalan dan infrastruktur vital lain menjadi sesuatu
yang hampir mutlak. Rencana perbaikan jalan negara, jalan provinsi, kabupaten,
sampai pada jalan desa dan jalan produksi usahatani, wajib segera diwujudkan.
Masa-masa mudik menjelang lebaran adalah momentum yang tepat untuk segera
merealisasikan tender beberapa proyek infrastruktur yang tertunda karena
menunda kepastian pengesahan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara Perubahan
(APBN-P).
Kenyataan di lapangan, walaupun APBN-P tersebut telah
disahkan, para aparat birokrasi yang terlalu hati-hati masih sering memberikan
alasan yang sulit diterima akal sehat untuk tidak segera merealisasikan proyek infrastruktur
yang terbengkalai. Misalnya, mereka berargumen masih menunggu kepastian
pembiayaan beberapa tahun (multi-years) yang akan ditetapkan pada APBN
2011 mendatang. Maksudnya, para pemimpin di tingkat pusat dan daerah wajib
memberikan pengarahan kepada staf dan anak-buah agar segera memberikan
prioritas perbaikan sekian macam infrastruktur ekonomi sangat vital itu.
Tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan harus dibuat.
Faktor ketiga yang memicu kenaikan harga pangan adalah
perubahan iklim atau tepatnya musim kemarau basah yang diperkirakan masih akan
berlangsung sampai November 2010. Gangguan produksi memang tidak terlihat pada
musim panen raya padi April-Mei lalu, walaupun hal itu tidak berarti bahwa
kualitas gabah akan lebih baik karena musim panen yang basah akan selalu
meningkatkan butir mengapur dan derajat patah yang semakin tinggi. Akibat
berikutnya, petani tidak menerima harga jual gabah yang layak, walaupun
sebenarnya masih lebih tinggi dibandingkan harga jual gabah tahun-tahun
sebelumnya.
Dengan harga faktor produksi yang juga ikut meningkat,
maka tingkat keuntungan relatif petani padi di Indonesia juga tidaklah terlalu
tinggi. Demikian pula, rendahnya pasokan cabe dan produk hortikultura lain juga
ikut memicu eskalasi harga komoditas penting bagi konsumsi rumah tangga dan
industri kuliner Indonesia. Ancaman fenomena bulan basah La Nina masih akan
mengganggu dan meningkatkan harga eceran pangan pokok pada siklus panen raya
tahun 2011, sehingga Indonesia wajib melakukan analisis penilaian risiko (risk
assessment) terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan faktor
eksternal tersebut.
Analisis serupa juga wajib dilakuka terhadap beberapa
komoditas pangan Indonesia yang berasal dari impor, terutama gandum, karena
beberapa negara produsen gandum di Eropa Timur mengalami gangguan musim kemarau
yang diperkirakan mengurangi produksi dan cadangan gandum dunia secara
signifikan.
Solusi yang
dapat ditawarkan untuk menanggulangi
faktor perubahan iklim ini memang tidak ada yang berdimensi jangka pendek,
karena proses adaptasi dan mitigasi memerlukan waktu dan proses penyesuaian
yang relatif lama. Namun demikian, strategi penguatan cadangan pangan di
tingkat pusat melalui Perum Bulog, serta di daerah melalui divisi regional dan
sub-regional di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dijadikan langkah penting
dalam jangka menengah.
Paling tidak, untuk menjaga tingkat aman dan
stabilitas harga pangan yang lebih berkelanjutan, cadangan beras yang dikuasai
Bulog harus di atas 1,5 juta ton atau lebih. Cadangan beras pemerintah (CBP) di
bawah 1 juta ton bukan angka yang aman dalam mengantisipasi eskalasi harga
pangan pokok. Artinya, penanggulangan lonjakan harga pangan ini memerlukan
kombinasi solusi jitu pada tingkat keputusan politik dengan presisi tinggi pada
tingkat teknis ekonomis. Persoalan pangan dan kebutuhan pokok lain bukan ajang
eksperimen pencitraan para pemimpin, tetapi merupakan uji kepatutan dan hati
nurani kaum elit di negeri ini yang pantas disebut negarawan dan orang yg
memiliki keyakinan.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seharusnya pemerintah lebih siap akan segala
kebijakan-kebijakan yang mereka buat. Tatanan pemerintahan yang sudah ada
sebelumnya mereka lupa atau kenapa terlihat hanya semena-mana kepada rakyat
kecil. Indonesia mungkin setelah ditinjau dari beberapa aspek banyak kekurangan
di berbagai bidang. Khusus nya tak usah jauh-jauh bahan baku pangan yang
terlampau jauh dari harga yang sebelumnya menjadi bukti pemerintah harus
meninjau ulang kebijakanya.
Keadaan atau untuk kepentingan pribadi sekelompok
orang dengan kenaikan BBM yg seharusnya sudah dinaikan pada tanggal 1 April
2012. Tapi yang akhirnya ditunda hanya saja laen lagi urusan dengan harga
barang kebutuhan primer seperti pangan. Harga jauh melonjak dari harga normal.
Mungkin pemerintah bisa mengembalikan harga sesuai harga normal yang
semestinya. Ini dirasa berat bagi masyarakat yang tergolong golongan kelas menengah ke bawah yang sangat
memberatkan beban yang meraka pikul.
Sebagai pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan
yang bijak untuk kembali menormalkan harga pasar yang terus melonjak naik. Agar
bisa kembali normal walaupun BBM tak jadi dinaikan hanya tetap saja kebutuhan
pokok yang terus naik.
Pemerintah kini mungkin sudah lebih dewasa akan segala
kebijakan. Mereka sekarang dituntut agar bisa mensejahterakan rakyatnya agar
tidak ada lagi kelaparan, pengangguran sampai tidak kuat mental(stres). Jadikan
lah Indonesia bumi pertiwi ini sebagai Negara yang tentram bagaimana ini sudah
dijelaskan dalam Pancasila dan UUD’45.
3.2 Saran
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau kejanggalan. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam
pembuatan makalah selanjutnya.
BAB 4 DAFTAR
PUSTAKA
Daftar Pustaka