Selasa, 10 April 2012

MAKALAH KENAIKAN HARGA KEBUTUHAN BAHAN BAKU PANGAN

MAKALAH ILMU EKONOMI

KENAIKAN HARGA KEBUTUHAN BAHAN BAKU PANGAN


 


DISUSUN OLEH :
WISNU SUKMA DARMAWAN
18110561
2KAO3

DOSEN MATA KULIAH :
DODI ARIEF (TEORI ORGANISASI UMUM)

SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012




BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harga pangan global naik pada Maret 2012, dalam tiga bulan berturut-turut kenaikan terjadi pada harga biji-bijian dan minyak nabati. Kenaikan harga pangan dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia.
Pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai 1 April mendatang. Dampak dari kenaikan harga BBM itu, dipastikan harga pangan akan naik, sehingga beban kehidupan masyarakat akan semakin berat. Kenaikan harga BBM dipastikan akan berpengaruh pada harga sembako. Dengan demikian, daya beli masyarakat akan menurun. Padahal, sembako adalah kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi setiap hari. “Kalau BBM sudah naik, pasti beras naik, minyak goreng naik, gula naik, dan barang-barang lainnya juga naik,”. kenaikan harga BBM yang akan dilakukan karena seolah-olah pemerintah tak punya opsi lain. Padahal, jika pemerintah mau serius, masih ada opsi lain yang bisa ditempuh agar harga BBM tidak terus naik. Kesimpulannya, manajemen energi Indonesia memang butuh banyak pembenahan. Opsi yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak dulu, adalah mengolah minyak hasil dalam negeri sendiri, terutama untuk minyak tanah dan premium. Sudah saatnya mengolah minyak tanah sendiri. Indonesia harus punya banyak mesin pengolahan minyak. APBN kita yang sebesar 1.435 Triliun cukup untuk itu. Ini untuk kepentingan jangka panjang.
Sejumlah kebutuhan pokok khususnya pangan di berbagai daerah sejak ditundanya kenaikan harga BBM pekan ini mulai menunjukkan kenaikan.  Kebutuhan pangan, seperti cabai, beras, bawang merah dan putih, daging dan telur ayam, gula pasir, naik sekitar 30-75% bahkan bisa mencapai dua kali lipat dengan kalau dilihat dari faktor musim dan yang meningkat tajam adalah cabai keriting dan cabai merah dengan lonjakan harga hingga mencapai dua kali lipat.
Praktek nya dalam ilmu-ilmu Ekonomi, harga merupakan salah satu faktor utama-- meskipun bukan faktor satu-satunya yang mempengaruhi pilihan pembeli. Harga menjadi faktor utama pilihan pembeli semakin terlihat di antara kelompok-kelompok miskin. Namun, harga bukan menjadi faktor utama pilihan pembeli bagi masyarakat yang mampu/kaya. Namun, teori ini hanya berlaku bagi produk-produk di luar kebutuhan bahan pangan. Untuk kebutuhan bahan pangan yang termasuk kebutuhan primer, akan memiliki dampak garis lurus dengan turunnya pembelian pada kebutuhan sekunder dan pertumbuhan ekonomi.
Singkat kata kita bisa lihat dari situasi pasar dan kondisi pasar yang begini beberapa gambaran. Pertama, Jika harga barang primer meningkat, sementara pendapatan tetap, akan menyebabkan harga barang sekunder pun akan meningkat. Kedua, Pembelian terhadap barang sekunder pun akan menurun. Ketiga, Perubahan harga barang konsumsi menyebabkan tingkat substitusi (pergantian) terhadap barang konsumsi akan berubah pula.
Dari 3 gambaran yang sudah dijelaskan, dapat dilihat kasusnya di masyarakat, di mana pada saat cabai rawit harganya meningkat maka pedagang makanan yang banyak menggunakan cabai akan menggantikannya dengan cabai oplosan atau mengurangi kadar cabainya.
Dengan demikian, dari penjelasan di atas, maka harga kebutuhan primer harus dikendalikan oleh pemerintah. Jika tidak, maka akan terjadi kelesuan ekonomi negara, yang berimbas pada penurunan daya saing produk lokal dan penurunan pertumbuhan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa Dampak yang dirasakan dari kenaikan harga kenaikan harga bahan paku  pangan ?
2.      Bagaimana cara bijak untuk menanggulangi kenaikan harga bahan baku pangan tersebut?



BAB 2 PEMBAHASAN

Keputusan sidang paripurna DPR yang menunda kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ternyata tidak membuat harga bahan kebutuhan bahan mentah pangan terkoreksi ke harga normal. Harga terus melambung tinggi menunjukan pemerintah tidak memiliki sistem yang jelas tentang tata niaga kebutuhan pokok. "Harga kebutuhan pokok yang tetap melambung tinggi menunjukan pemerintah tidak pernah serius dalam menata sistem perekonomian nasional, salah satunya terkait tata niaga kebutuhan pokok," kata Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (2/4/2012).


Kenaikan komoditas pangan pokok terjadi di berbagai pasar di Indonesia, salah satunya di Pasar Depok Jaya, cabai rawit justru terus mengalami kenaikan. Pada Kamis 29 Maret harga cabai rawit sebesar Rp50 ribu per kilogram.
Kini harga cabai rawit tersebut justru semakin naik menjadi Rp60 ribu per kilogram. Kenaikan juga terjadi pada bawang putih dari Rp12 ribu per kg menjadi Rp18 ribu per kg. Harga gula putih mengalami kenaikan sejak tiga minggu yang lalu menjadi Rp12 ribu per kg. Begitu juga dengan harga minyak goreng yang sebelumnya naik menjadi Rp11 ribu per kg. Sedangkan di Pasar Anyar Bogor, harga daging ayam sejak beberapa hari terakhir, harganya naik menjadi Rp27 ribu per kg dari biasanya Rp25 ribu. Hal serupa terjadi pada daging sapi, yakni Rp70 ribu per kg dari Rp65 ribu.
Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi alasan bagi pemerintah dalam mendorong perubahan APBN-P 2012 untuk subsidi BBM. Kemudian, kenaikan harga bahan pokok yang terjadi saat ini bukan hanya karena spekulan atau adanya penimbunan barang.
Di sisi lain murni karena adanya ketidakpastian harga BBM. Sehingga banyak distributor yang menunda belanja pasokan sambil menanti keputusan naik atau tidaknya harga BBM. Dua situasi diatas menunjukkan bahwa sistem kita sangat rapuh, sehingga mudah sekali dipengaruhi faktor eksternal.
2.1 Dampak yang dirasakan dari kenaikan harga bahan paku  pangan

Lonjakan harga pangan sepanjang Maret 2012 telah menyurutkan rasa optimisme masyarakat terhadap perekonomian Indonesia. Tak hanya itu, konsumen melihat tiga bulan mendatang harga barang bakal terus melambung tinggi.


Survei DRI menggambarkan perilaku konsumen sudah pesimistis sejak enam bulan silam. Kini rasa pesimistis itu sudah menyentuh dasar yakni di angka 84,8.
Penyumbang rasa pesimistis adalah menghadapi situasi sekarang. Indeks situasi sekarang melorot ke level 70,2 pada Maret, padahal Februari masih di posisi 77,2. Tak hanya itu, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga terus merosot. Februari lalu, angkanya di 80,3. Maret 2012 berada di 76,1.
Menanggapi hasil survei ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui kenaikan harga barang menurunkan tingkat kepercayaan konsumen. Harga bahan pangan naik akibat rencana kenaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi 1 April 2012. Celakanya, kendati BBM urung naik, harga barang telanjur melambung.
Karena itu kini pemerintah tengah berupaya mengembalikan kepercayaan konsumen. "Ini kan sesuatu yang memang sedang kami tangani. Rencana kenaikan harga BBM, walau batal naik, membuat ekspektasi inflasi. Ini harus dilawan”.
Frustasi meningkat, catatan lain yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah rasa frustasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini meningkat. Survei menunjukkan masyarakat makin pesimistis bisa mendapatkan pekerjaan akibat minimnya jumlah lapangan kerja. Masyarakat melihat penghasilannya akan merosot akibat kenaikan harga BBM yang tercermin pada penurunan indeks penghasilan konsumen.
Kini pemerintah punya tugas tambahan selain menjaga APBN-P; memulihkan kepercayaan dan optimisme masyarakat dengan aksi nyata.


2.2 Cara bijak untuk menanggulangi kenaikan harga bahan baku pangan

Solusi yang dapat ditawarkan untuk meredam faktor ekspektasi positif ini mungkin bisa diharapkan dari opesari pasar dan pelaksanaan pasar murah di beberapa titik konsumsi di seluruh Indonesia. Pemerintah berencana akan melaksanakan pasar murah serentak di 50 titik konsumsi atau kota besar di seluruh Indonesia. Operasi pasar seperti ini dapat bermanfaat untuk mengendalikan faktor psikologis pasar yang dipicu oleh ”ekspektasi positif” seperti disebutkan di atas, agar kenaikan harga pangan tidak terjadi secara permanen.
Pada saat operasi pasar murah, pemerintah dapat menyampaikan pesan kepada spekulan tentang keseriusan upayanya dalam menjaga stabilisasi harga pangan pokok.  Sasaran pasar murah dapat dibagi mejadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah masyarakat umum dan konsumen di kota besar, yang telah demikian berat harus menanggung kenaikan harga pangan secara bersamaan.
Kelompok kedua adalah masyarakat miskin yang hidup di kantong-kantong kemiskinan di perkotaan (dan perdesaan). Sasaran pasar murah bagi kelompok kedua ini hanya akan efektif apabila dilaksanakan secara terpadu dengan tingkatan pemerintah yang paling bawah, dalam hal ini Kepala Desa, beserta aparat Rukun Warga dan Rukun Tetangga, yang seharusnya memiliki informasi lengkap tentang status warga miskin di wilayah kerjanya.
Faktor kedua pemicu kenaikan harga pangan adalah kinerja pasokan yang sedikit terganggu, walau pemerintah berkali-kali membantah bahwa pasokan pangan aman dan terkendali. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem produksi dan sistem distribusi beberapa pangan terganggu karena kualitas sarana dan prasarana transportasi banyak rusak. Beberapa media nasional dan daerah melaporkan rusaknya jalan di beberapa ruas di Pantai Utara Jawa, buruknya jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur di Sumatera, sebagai dua poros utama jalru distribusi pangan.
Sebagaimana diketahui, aktivitas ekonomi di Pulau Jawa dan Sumatra merupakan 84 persen penyumbang terhadap kinerja ekonomi nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Betapa besar dan dahsyatnya apabila sarana infrastruktur di Jawa dan Sumatra terganggu. Dampak buruk yang ditimbulkannya tidak hanya ditanggung konsumen di perkotaan, tetapi juga harus ditanggung oleh petani di pelosok perdesaan.  Kenaikan harga pangan kali ini sedikit sekali yang dapat dinikmati petani karena persentase kenaikan harga di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga di tingkat produsen.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi faktor produksi dan distribusi ini adalah peningkatan produksi pangan dan pertanian yang diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur vital, terutama jalan negara sampai jalan desa. Peningkatan produktivitas pangan (per satuan lahan dan per satuan tenaga kerja) wajib menjadi acuan strategi kebijakan, karena Indonesia tidak dapat mengandalkan cara-cara konvensional dan sistem budidaya yang telah diadopsi selama 40 dekade terakhir.

Pada aspek distribusi, selain upaya pemberantasan atau pengurangan pungutan resmi dan tidak resmi terhadap perdagangan komoditas pangan, perbaikan jaringan jalan dan infrastruktur vital lain menjadi sesuatu yang hampir mutlak. Rencana perbaikan jalan negara, jalan provinsi, kabupaten, sampai pada jalan desa dan jalan produksi usahatani, wajib segera diwujudkan. Masa-masa mudik menjelang lebaran adalah momentum yang tepat untuk segera merealisasikan tender beberapa proyek infrastruktur yang tertunda karena menunda kepastian pengesahan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Kenyataan di lapangan, walaupun APBN-P tersebut telah disahkan, para aparat birokrasi yang terlalu hati-hati masih sering memberikan alasan yang sulit diterima akal sehat untuk tidak segera merealisasikan proyek infrastruktur yang terbengkalai. Misalnya, mereka berargumen masih menunggu kepastian pembiayaan beberapa tahun (multi-years) yang akan ditetapkan pada APBN 2011 mendatang. Maksudnya, para pemimpin di tingkat pusat dan daerah wajib memberikan pengarahan kepada staf dan anak-buah agar segera memberikan prioritas perbaikan sekian macam infrastruktur ekonomi sangat vital itu. Tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan harus dibuat.
Faktor ketiga yang memicu kenaikan harga pangan adalah perubahan iklim atau tepatnya musim kemarau basah yang diperkirakan masih akan berlangsung sampai November 2010. Gangguan produksi memang tidak terlihat pada musim panen raya padi April-Mei lalu, walaupun hal itu tidak berarti bahwa kualitas gabah akan lebih baik karena musim panen yang basah akan selalu meningkatkan butir mengapur dan derajat patah yang semakin tinggi. Akibat berikutnya, petani tidak menerima harga jual gabah yang layak, walaupun sebenarnya masih lebih tinggi dibandingkan harga jual gabah tahun-tahun sebelumnya.
Dengan harga faktor produksi yang juga ikut meningkat, maka tingkat keuntungan relatif petani padi di Indonesia juga tidaklah terlalu tinggi. Demikian pula, rendahnya pasokan cabe dan produk hortikultura lain juga ikut memicu eskalasi harga komoditas penting bagi konsumsi rumah tangga dan industri kuliner Indonesia. Ancaman fenomena bulan basah La Nina masih akan mengganggu dan meningkatkan harga eceran pangan pokok pada siklus panen raya tahun 2011, sehingga Indonesia wajib melakukan analisis penilaian risiko (risk assessment)  terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan faktor eksternal tersebut.
Analisis serupa juga wajib dilakuka terhadap beberapa komoditas pangan Indonesia yang berasal dari impor, terutama gandum, karena beberapa negara produsen gandum di Eropa Timur mengalami gangguan musim kemarau yang diperkirakan mengurangi produksi dan cadangan gandum dunia secara signifikan.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk menanggulangi faktor perubahan iklim ini memang tidak ada yang berdimensi jangka pendek, karena proses adaptasi dan mitigasi memerlukan waktu dan proses penyesuaian yang relatif lama. Namun demikian, strategi penguatan cadangan pangan di tingkat pusat melalui Perum Bulog, serta di daerah melalui divisi regional dan sub-regional di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dijadikan langkah penting dalam jangka menengah.
Paling tidak, untuk menjaga tingkat aman dan stabilitas harga pangan yang lebih berkelanjutan, cadangan beras yang dikuasai Bulog harus di atas 1,5 juta ton atau lebih. Cadangan beras pemerintah (CBP) di bawah 1 juta ton bukan angka yang aman dalam mengantisipasi eskalasi harga pangan pokok. Artinya, penanggulangan lonjakan harga pangan ini memerlukan kombinasi solusi jitu pada tingkat keputusan politik dengan presisi tinggi pada tingkat teknis ekonomis. Persoalan pangan dan kebutuhan pokok lain bukan ajang eksperimen pencitraan para pemimpin, tetapi merupakan uji kepatutan dan hati nurani kaum elit di negeri ini yang pantas disebut negarawan dan orang yg memiliki keyakinan.



BAB 3 PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Seharusnya pemerintah lebih siap akan segala kebijakan-kebijakan yang mereka buat. Tatanan pemerintahan yang sudah ada sebelumnya mereka lupa atau kenapa terlihat hanya semena-mana kepada rakyat kecil. Indonesia mungkin setelah ditinjau dari beberapa aspek banyak kekurangan di berbagai bidang. Khusus nya tak usah jauh-jauh bahan baku pangan yang terlampau jauh dari harga yang sebelumnya menjadi bukti pemerintah harus meninjau ulang kebijakanya.
Keadaan atau untuk kepentingan pribadi sekelompok orang dengan kenaikan BBM yg seharusnya sudah dinaikan pada tanggal 1 April 2012. Tapi yang akhirnya ditunda hanya saja laen lagi urusan dengan harga barang kebutuhan primer seperti pangan. Harga jauh melonjak dari harga normal. Mungkin pemerintah bisa mengembalikan harga sesuai harga normal yang semestinya. Ini dirasa berat bagi masyarakat yang tergolong  golongan kelas menengah ke bawah yang sangat memberatkan beban yang meraka pikul.
Sebagai pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan yang bijak untuk kembali menormalkan harga pasar yang terus melonjak naik. Agar bisa kembali normal walaupun BBM tak jadi dinaikan hanya tetap saja kebutuhan pokok yang terus naik.
Pemerintah kini mungkin sudah lebih dewasa akan segala kebijakan. Mereka sekarang dituntut agar bisa mensejahterakan rakyatnya agar tidak ada lagi kelaparan, pengangguran sampai tidak kuat mental(stres). Jadikan lah Indonesia bumi pertiwi ini sebagai Negara yang tentram bagaimana ini sudah dijelaskan dalam Pancasila dan UUD’45.

3.2 Saran
            Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.





















BAB 4 DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka